Senin, 13 April 2015

surveilans ispa

KEGIATAN PERENCANAAN DAN EVALUASI SISTEM SURVAILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS ANGGERAJA TAHUN 2012 KABUPATEN ENR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas  ini tepat pada waktunya. makalah  ini di susun berdasarkan atas bebagai sumber referensi, dengan judul”kegiatan perencanaan dan evaluasi sistem survailans epidemiologi penyakit ispa di pusksmas anggeraja tahun 2012. Kab,Enrekang”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Tetapi penulis tetap bangga dengan hasilnya walaupun mungkin jauh dari segala kesempurnaan.
Dengan tersusunnya makalah ini penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang selalu memberikan bimbingan kepada kami, Tidak lupa pula kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di masa akan datang, agar terciptanya pendidikan yang bermutu dan berkualitas bagi generasi-generasi penerus
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus menerus dan sistematik dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta disiminasi informasi untuk aksi atau perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program kesehatan masyarakat berdasarkan eridens base.

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi utamanya adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terdapat dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas pembangunan.

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, di mana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat yang paling rawan terutama pada ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak di bawah lima tahun.

Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak; baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa, sebagai
ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya chromic obstructive pulmonary disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi..

Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dan populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di lapangan (kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta.

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan beerupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
B.     Identifikasi masalahan

Penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) masih mendominasi pola penyakit utama rawat jalan di puskesmas anggeraja di kab, Enrekang
C.     Rumusan masalah
·         Bagiamana Epidemiologi Dari penyakit ispa ?
·         Bagaimana Analisis Epidemiologi penyakit ispa ?
·         Bagaimana perncanaan penanggulangan penyakit ispa?
·         Bagaimana Evaluasi Sistem Surveilans Pada penyakit ispa?

D.    Tujuan
·         Untuk Mengetahui Epidemiologi penyakit ispa ?
·         Untuk Mengetahui Analisis Epidemiologi Pada penyakit ispa  ?
·         Untuk mengetahui perencanaan penanggulangan penyakit ispa?
·         Untuk Mengetahui Evaluasi Sistem Surveilans penyakit ispa?




BAB II
PEMBAHASAN
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
A.    Agent
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
B.     Host
a)      Faktor keturunan
b)      ISPA memang bukan penyakit keturunan namun adakalanya ISPA disebabkan oleh alergi yang merupakan penyakit keturunan.Mekanisme pertahanan tubuh
c)      ISPA banyak diderita oleh anak-anak karena mekanisme pertahanan tubuh anak masih rentan dibanding mekanisme pertahan tubuh orang dewasa yang sudah kuat.
d)     Umur Banyak diderita oleh anak-anak
e)      Pekerjaan ,Orang yang bekerja di lingkungan yang berdebu, berpolusi atau dilingkungan yang dipenuhi oleh zat kimia cenderung banyak yang menderita ISPA.
f)       Kebiasaan hidup Seseorang yang terbiasa hidup kurang bersih, tentunya lebih mudah terkena penyakit infeksi daripada sebaliknya
A.    Environment
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA.
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu :
1.      Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
2.      Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
3.      Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik.


Pengenalan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit tersebut mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998).
ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Saluran pernapasan meliputi organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan bersifat ringan, misalnya batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun demikian jangan dianggap enteng, bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat menyebabkan anak menderita pneumoni yang dapat berujung pada kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (6).

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Penyebaran/ Epidemiologi
Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus menerus dan sistematik dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta disiminasi informasi untuk aksi atau perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program kesehatan masyarakat berdasarkan eridens base.
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi utamanya adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terdapat dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas pembangunan.
Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak; baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dan populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di lapangan (kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
·         Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
·         Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
·         Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
·         Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris
·         hypoxemia,
·         hypercapnia dan
·         acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
·         Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
·         Immunisasi.
·         Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
·         Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
·         Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
·         Meningkatkan makanan bergizi
·          Bila demam beri kompres dan banyak minum
·         Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
·         Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
·         Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menyusui.
Faktor resiko
Beberapa faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko. Berbagai penelitian mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan dari faktor risiko di negara berkembang. Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran dengan berat badan rendah (BBLR), pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang rendah, asap rokok, cuaca, pendidikan orang tua, dan lain-lain. Sedangkan beberapa lainnya masih diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum faktor risiko dapat dikelompokkan menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan (Koch et al, 2003).
Menurut WHO (1992) beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1.      Faktor host (diri)
a.       Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b.      Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c.       Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d.      Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Kochet al, 2003).
e.       Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f.       Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2.      Faktor lingkungan
a.       Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b.      Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c.       Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d.      Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e.       Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas sepertistreptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1.      Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2.      Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3.      Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4.      Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

Pencegahan & Pemberantasan Penyakit
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :
a.       Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b.      Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
c.       Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :
a.       Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
b.      Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c.       Immunisasi

 
PLANING OF ACTION (POA)
PEMBERANTASAN PENYAKIT ISPA
DI PUSKESMAS PERAWATAN ANGGERAJA
No.
JENIS KEGIATAN
TUJUAN
SASARAN
JADWAL KEGIATAN
LOKASI
PELAKSANA
1
Pemeriksaan terhadap bayi dan balita

Deteksi dini penyakit ISPA
Bayi, Balita
Awal Tahun
Posyandu
P2ISPA
Kader Kesehatan
2
Pelatihan Kader Kesehatan
Melatih Kader untuk mengenal penyakit ISPA
Kader Kesehatan

Puskesmas
Kepala Puskesmas
P2ISPA
3
Penyuluhan tentang ISPA
Memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu tentang gejala dan pencegahan penyakit ISPA
Ibu-ibu

Puskesmas
Kepala Puskesmas
P2ISPA
Kader Kesehatan
4
Pelatihan pengobatan ISPA
Memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan Puskesmas Pembantu  dan Poskesdes yang diberikan wewenang untuk mengobati ISPA
Petugas Kesehatan Pustu dan Poskesdes

Puskesmas
P2ISPA
Dokter
5
Imunisasi
Pemberian imunisai untuk mencegah penyakit ISPA
Bayi dan Balita

Posyandu
P2ISPA
6
Monitoring
Memantau pelaksanaan program penanganan penyakit ISPA


Bayi/Balita
Kader Kesehatan

Wilayah Kerja
P2ISPA
7
Evaluasi
Mengukur tingakat keberhasilan program dan mengidentifikasi hambatan-hambatan pelaksanaan
Petugas Kesehatan

Kader Kesehatan

Puskesmas
P2ISPA



DAPTAR PUSTAKA:
Depkes RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Depkes RI: Jakarta.
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.