Rabu, 10 Oktober 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI sebelum melakukan ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI atau askep pada klien dengan mioma uteri harusnya kita mengetahui definisi mioma uteri,etiologi mioma uteri,patofisiologi mioma uteri A. Pengertian Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu Kandungan, 1999) B. Patofisiologi/pathways Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum. Pathways: Penyebab: belum diketahui C. Tanda dan Gejala Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi 2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis dan peradangan. 3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri. 4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum. 5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba. D. Pemeriksaan Penunjang 1. USG abdominal dan transvaginal 2. Laparaskopi. E. Penatalaksanaan Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu miomektomi dan atau histerektomi. F. Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus: 1. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal) 2. Infertilitas, anovulasi 3. Nulipara 4. Keterlambatan menopause 5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause. 6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa. 7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat. G. Pengkajian sekunder 1. Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan kehamilan. 2. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan. 2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. 3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan. 4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia. I. Intervensi Keperawatan. 1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai: DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV. DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit, perut terasa mules. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam. Kriteria Hasil: - Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5) - Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks. - Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C N : 80-100 x/m RR : 16-24x/m TD : Sistole : 100-130 mmHg Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : - Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan. - Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin. - Monitor tanda-tanda vital - Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik. - Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri - Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman. - Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi. 2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Ditandai: DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV. DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya. Tujuan : Setelah 2 x 15’ tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang. Kriteria Hasil : - Klien mengatakan rasa cemas berkurang - Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi. - Klien mengerti tentang penyakitnya. - Klien tampak rileks. - Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : - Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya. - Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama. - Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya - Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya. - Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat. - Monitor tanda-tanda vital. - Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas. - Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan. - Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan. 3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan. Ditandai dengan : DO : adanya perdarahan pervaginam DS : - Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh. Kriteria Hasil : - Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam. - Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam. - Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : - Kaji tanda-tanda kekurangan cairan. - Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam. - Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer. - Observasi pendarahan - Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari - Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin. 4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin (anemia). DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal. DS : - Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam. Kriteria Hasil : - Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia. - Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr% - Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C Intervensi : - Kaji adanya tanda-tanda infeksi. - Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan. - Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan. - Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit. - Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. - Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri. - Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika. DAFTAR PUSTAKA 1. Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. 2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta. 4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.

ASKEP PADA KLIEN PERITONITIS

ASKEP PADA KLIEN PERITONITIS Definisi Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Penyebab Peritonitis biasanya disebabkan oleh : Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi. Gejala Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar. Diagnosa Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya. Pengobatan Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus

ASKEP MOLA HIDATIDOSA

ASKEP MOLA HIDATIDOSA Pengertian Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265) Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514) Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325). Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104) Etiologi Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah : a.Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. b.Imunoselektif dari tropoblast c.Keadaan sosio-ekonomi yang rendah d.Paritas tinggi e.Kekurangan protein f.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Mochtar, Rustam ,1998 : 238) Patofisiologi Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi : a.Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin b.Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin. Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast : Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung. Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467) Gambaran Klinik Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa adalah : a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266) Anatomi Fisiologi Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164) Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu : a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna Ligamentum pada uterus : Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal. Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium. Fisiologi Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus. Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma. (Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339) Tes Diagnostik a.Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin b.Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison) c.Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan d.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin e.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara f.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266) Penatalaksanaan Medik Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah : a.Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis b.Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting Pembesaran abnormal uterus Pelunakan serviks dan korpus uteri Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson c.Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera d.Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus) e.Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan. Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : Biodata Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat Keluhan utama Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang Riwayat kesehatan, yang terdiri atas : Riwayat kesehatan sekarang Yait keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat pembedahan Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. Riwayat penyakit yang perna dialami Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya. Riwayat kesehatan keluarga Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. Riwayat kesehatan reproduksi Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. Riwayat seksual Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya. Riwayat pemakaian obat Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. Pola aktivitas sehari-hari Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. Pemeriksaan fisik, meliputi : Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39) Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear Keluarga berencana Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa. Data lain-lain Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS. Data psikososial Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan. Status sosio-ekonomi Kaji masalah finansial klien Data spiritual Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan. Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458) Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah : 1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan 2.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan 3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri 4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan 6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah 7.Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase 8.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan Intervensi Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan Tujuan : 1.Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain 2.meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan Langkah-langkah penyusunan : 1.menetapkan prioritas masalah 2.merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai 3.menentukan rencana tindakan keperawatan DIAGNOSA I Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria : Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang Ekspresi wajah tenang TTV dalam batas normal Intervensi : 1.Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat 2.Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien 3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan 4.Beri posisi yang nyaman Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri 5.Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan DIAGNOSA II Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria : Kebutuhan personal hygiene terpenuhi Klien nampak rapi dan bersih Intervensi : 1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya 2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat 3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya 4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri DIAGNOSA III Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria : Klien dapat tidur 7-8 jam per hari Konjungtiva tidak anemis Intervensi : 1.Kaji pola tidur Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya 2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat 3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur Rasional : Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur 4.Batasi jumlah penjaga klien Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat 5.Memberlakukan jam besuk Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat 6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur DIAGNOSA IV Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria : Tanda-tanda vital dalam batas normal Klien tidak mengalami komplikasi Intervensi : 1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa 2.Pantau suhu lingkungan Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal 3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam 4.Berikan kompres hangat Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh 5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus DIAGNOSA V Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria : Ekspresi wajah tenang Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya Intervensi : 1.Kaji tingkat kecemasan klien Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien 2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan 3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan 4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya 5.Beri dorongan spiritual/support Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang DIAGNOSA VI Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria : Nafsu makan meningkat Porsi makan dihabiskan Intervensi : 1.Kaji status nutrisi klien Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya 2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia 3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien 4.Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi 5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan DIAGNOSA VII Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria : Tidak tampak tanda-tanda infeksi Vital sign dalam batas normal Intervensi : 1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi 2.Observasi vital sign Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh 3.Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter) Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya 4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi DIAGNOSA VIII Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria : Hb dalam batas normal (12-14 g%) Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal Tidak ada mual muntah Intervensi : 1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku Rasional : Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya 2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial 3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah Rasional : Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin 4.Berikan cairan intravena, produk darah Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi 5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan Sumber: 1.Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2.Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta 3.Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta 4.Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta 5.Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta 6.Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta

Askep Kista Ovarium

Askep Kista Ovarium BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan pembesaran sederhana konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus luteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium. Pasien dapat melaporkan atau tidak melaporkan nyeri abdomen akut atau kronik. Gejal-gejala tentang rupture kista menstimulasi berbagai kedaruratan abdomen akut, seperti apendisitis, atau kehamilan ektopik. Kista yang lebih besar dapat menyebabkan pembengkakan abdomen dan penekanan pada organ-organ abdomen yang berdekatan. Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kista kurang dari 5 cm, dan tampak terisi oleh cairan atau fisilogis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 98 % lesi yang terjadi pada wanita yang berumur 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak. Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat. Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih banyak bagaimana asuhan keperawatan yang diberikam pada penderita kistoma ovari. 2. Tujuan Umum Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovari 3. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kista ovari b. Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan kista ovari c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari e. Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan kista ovari f. Mampu mengidentifikasi factor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusinya. g. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI • Kista adalah suatu jenis tumor, emyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006) • Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur (Dewa, 2000) • Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair (Sjamsuhidajat, 1998). • Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalam berisi cairan seperti balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi Kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan. Pada kebanyakan kasus justru tak memerlukan operasi. (http:// suara merdeka.com) II. SIFAT KISTA 1. Kista Fisiologis Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja. Sasuai suklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak. Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih mengalami menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu, karena mungkin kstanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis tidak menimbuklkan nyeri pada saat haid. 2. Kista Patologis (Kanker Ovarium) Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada stadium lanjut, penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka kematian penyakit ini di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi relative cepat, yang kadang tidak disadari si penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu sebabnya diagnosa aalnya agak sulit dilakukan. Gejala gejala seperti perut yang agak membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan saat ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi, sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan di bagian perut penderita. Setelah di angkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak. Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan ganas. Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak kista ini dapat berubah menjadi ganas. Sayangnya sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti penyebab perubahan sifat tersebut. Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat ganas. III. JENIS KISTA Jenis kista indung telur meliputi: 1. Kista Fungsional. Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seprti terpuntir/ pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa mengecil dalam waktu 1-3 bilan. 2. Kista Dermoid. Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah. 3. Kista Cokelat. (Edometrioma) Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam ragim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilakan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse. 4. Kistadenoma. Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun. Contoh Kistadenoma; Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum. Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum. Kistadenoma ovarii musinosum. Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi sangat bersar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista. IV. ETIOLOGI Factor yang menyebabkan gajala kista meliputi; 1. Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya; 1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat 2. Zat tambahan pada makanan 3. Kurang olah raga 4. Merokok dan konsumsi alcohol 5. Terpapar denga polusi dan agen infeksius 6. Sering stress 2. Faktor genetic. Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker. V. TANDA DAN GEJALA Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal gejalanya dapat berupa;  Gangguan haid  Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.  Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.  Nyeri saat bersenggama. Pada stadium lanjut; • Asites • Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan hati) • Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, • Gangguan buang air besar dan kecil. • Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada. VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Deteksi dini Keterlambatan mendiagnosis kanker ovarium sering terjadi karena letak ovarium berada didalam rongga panggul sehingga tidak terlihat dari luar. Biasanya kanker ovarium ini di deteksi lewat pemeriksaan dalam. Bila kistanya sudah membesar maka akan terabab ada benjolan. Jika dokter menemukan kista, maka selanjutanya akan dilakukan USG untuk memastikan apakah ada tanda tanda kanker atau tidak. Kemudian dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil jaringan (biopsy) untuk memastikan kista tersebut jinak atau ganas. Ini bisa dilakukan dengan laparskopi, melalui lubang kecil di perut. Pemeriksaan lainnya dengan CT Scan dan tumor marker dengan pemeriksaan darah. VII. PENATALAKSANAAN Penderita kanker ovarium stadium dini dapat ditangani dengan operasi yang kemudian dilanjutkan dengan terapi. Bila kanker ovarium telah memasuki stadium lanjut baru di lakukan kemoterapi atau radiasi. 1. Pengkajian. Pengkajian umum kista:  Ada tidaknya keluhan nyeri diperut bagian bawah?  Ada tidaknya gangguan BAB dan BA?  Ada tidaknya asites?  Ada tidaknya perut membuncit?  Ada tidaknya gangguan nafsu makan?  Ada tidaknya kembung?  Ada tidaknya sesak nafas? Pengkajian diagnostic kista: • USG : Ada tidaknya benjolan berdiameter > 5 cm • CT Scan: Ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan. 2. Nursing Care Plan Diagnosa yang muncul 1. Gangguan harga diri berhubungan dengan masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual. 2. Disfungsi seksual, resiko tinggi terhadap kemungkinan pola respon seksual, contoh ketidaknyamanan / nyeri vagina. 3. Eliminasi urinarius, perubahan / retensi berhubungan dengan adanya edema pada jaringan local. 4. Nyeri berhubungan dengan prases penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen Jika diagnosa yang diambil adalah nyeri berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen maka : Tujuan. Klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan/nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil : • Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang . • Ekspresi wajah rileks • Klien dapat menggambarkan keadaan nyeri minimal atau tidak ada. • Klien mampu melakukan teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri timbul. • Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi: 1. Identifikasi karakteristik nyeri dan tindakan penghilang nyeri R : informasi memberikan data dasar untuk evaluasi kebutuhan /keefektifan intervensi. 2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung), hiburan dan lingkungan. R : meningkatkan relaksasi dan membentu pasien focus kembali ke perhatian 3. Ajarkan teknik relaksasi R : partisipasi pasien secara aktifdan meningkatkan rasa kontrol 4. Kembangkan rencana manajemen nyeri antara pasien dan dokter R : mengembangkan kesempatan control nyeri 5. Berikan analgesic sesuai resep. R : mengurangi nyeri Daftar Pustaka o Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2000. o Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. o http://www.ibuhamil.com o http://www.republika.co.id. o http://www.suaramerdeka.com o http://www.pdpersi.co.iD

Askep KPD

Asuhan Keperawatan Ketuban Pecah Dini Askep KPD Ketuban Pecah Dini (KPD) A. Konsep Dasar Medik Pengertian Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode laten) Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10 % dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadian sekitar 4 %. Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu minggu. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase laten persalinan. Anatomi Fisiologi Darah terdiri dari elemen-elemen berbentuk dan plasma dalam jumlah setara. Elemen-elemen berbentuk tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Plasma terdiri dari 900 air dan 100 elektrolit, gas terlarut berbagai produk sisa metabolisme dan zat-zat gizi misalnya gula asam amino, lemak, koleesterol, dan vitamin. Protein dalam darah misalnya albumin dan imuno globilin ikut menyusun plasma. 1. Pembentukan Sel Darah Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit di bentuk di hati dan limfa pada sumsum tulang belakang. Proses pembentukan sel-sel darah disebut hematopoiesis. 2. Sel Darah Merah Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis. Fosforilasi oksidatif sel atau pembentuk hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil dari paru-paru ke sel-sel diseluruh tubuh. Sel darah matang di keluarkan dari sumsum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disentegrasi dan mati. Sel darah di gambarkan berdasaran ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel : o Nermositik : sel yang ukurannya normal o Nermokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal o Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil o Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar o Hipokromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu sedikit o Hiperkromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu banyak. 3. Hemoglobin Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin dalam darah dapat mengikat oksigen secara partial atau total. 4. Pemecahan Sel Darah Merah Apabila sel darah merah mulai berdisentegasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinnya kedalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan hati dan limfa. Molekul globulin diubah menjadi asam-asam amino. Besi dismpan dihati dan lmfa sampai di gunakan kembali oleh tubuh. Sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja atau urin. Etiologi Penyebab ketuban pecah dini (KPD) mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut : • Serviks inkopeten • Ketegangan rahim berlebihan; kehamilan ganda, hidramnion • Kelainan letak janin dalam rahim, letak sunsang, letang lintang • Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sepalopelvik disproforsi • Kelainan bawaan dari selaput ketuban • Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga menyebabkan ketuban pecah. Patofisiologi Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : • Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. • Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Penatalaksanaan Sebagai gambaran umum untuk penatalaksanaan KPD dapat dijabarkan sebagai berikut : • Pertahankan kehamilan sampai cukup matur, khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang yang sehat • Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas • Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin. • Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. • Menghadapi KPD, diperlukan KIM terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya. • Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan peerlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan L/S • Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan. Tujuan umum dalam Asuhan Perawatan Bayi Baru Lahir adalah untuk : 1. Mempertahankan Pernapasan o Segera setelah bayi lahir, bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dari pada badan agar supaya lendir keluar dari mulut dan mencegah lendir dan kadang – kadang darah dan mekonium masuk kesaluran pernafasan. o Pengisapan lendir harus dilakukan dengan cepat dan lembut o Bayi normal dalam beberapa detik sampai satu menit dengan membersihkan mulut dan hidung dari lendir akan segera timbul pernafasan spontan. 2. Mencegah Infeksi o Usaha yang paling efektif untuk mencegah infeksi pada bayi baru lahir ialah mencuci tangan sebelum memegang bayi dan perlengkapan yang digunakan untuk merawat bayi, mengisolasi bayi yang sakit dan memakai pakaian yang bersih. 3. Memperhatikan suhu tubuh o Suhu lingkungan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan bayi baru lahir, karena bila suhu lingkungan tidak ada; metabolisme dan konsumsi oksigen bayi akan meningkat. o Segera setelah bayi lahir harus dikeringkan dan ditempatkan ditempat yang hangat. Setelah suhu tubuh bayi stabil biasanya 1 2 jam sesudah lahir, bayi dibersihkan atau dimandikan. 4. Mengenal tanda tanda sakit o Kondisi bayi dapat berubah dengan cepat karena itu perlu diawasi dengan kontinyu. o Beberapa tanda tanda kelainan yang harts diperhatikan misalnya kulit, kening pada ban pertama kesukaran pernapasan, kenaikan atau penurunan suhu tubuh, biru atau pucat, penyakit kembung, problem makan, muntah, kejang kejang, tidak Bab selama 12 jam dan Bak dalam 12 jam pertama kehidupan dan penurunan badan badan bayi yang banyak. Daftar Pustaka Dr. Santosa NI, SKM (1990), “ Perawatan Kebidanan yang Berorientasi Pada Keluarga (Perawatan II) “, Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Asrining Surasmi, Siti Handayani, Heni Nur Kusuma, (2002), “Perawatan Bayi Risiko Tinggi”, Jakarta : EGC. Prof. Dr. Abdul Bari Saifudin, SPOG, MPHD ( 2002 ), “ Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Material & Neonatal “, : Jakarta : EGC. Marilyn E. Doengoes, Mary Frances Mooorhouse (2001), “Rencana Perawatan Maternal/Bayi “, Jakarta : EGC. Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG (1998), “Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan”, Jakarta : EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Askep Hiperemesis Gravidarum ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM A. Pengertian Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan, 1999). Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya (http://zerich150105.wordpress.com/). Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga berat badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang dan timbul aseton dalam air kencing (http://healthblogheg.blogspot.com/). Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima sampai dengan minggu kedua belas Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie Samarinda (http://healthblogheg.blogspot.com/). 1. Etiologi Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan : a) Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan. b) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik. c) Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik. d) Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien (http://zerich150105.wordpress.com/). 1. Patofisiologi Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan. Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang berat.Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang. Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. (http://zerich150105.wordpress.com/). 2. Tanda Dan Gejala Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu : a) Tingkatan I : Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata cekung. b) Tingkatan II : Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing. c) Tingkatan III: Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati. (http://healthblogheg.blogspot.com/) 1. Komplikasi Dehidrasi berat, ikterik, takikardia, suhu meningkat, alkalosis, kelaparan gangguan emosional yang berhubungan dengan kehamilan dan hubungan keluarga, menarik diri dan depresi (http://healthblogheg.blogspot.com/) 1. Pemeriksaan Diagnostik a) USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta. b) Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN. c) Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH. (http://zerich150105.wordpress.com/) 1. Penatalaksanaan Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan pcnerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang flsiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengajurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Obat-obatan Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik sepeiti Disiklomin hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti Dramamin, Avomin Isolasi Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Tidak diberikan makan/minuman selama 24 -28 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan. Terapi psikologik Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini. Cairan parenteral Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena. Penghentian kehamilan Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital. Diet a) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat – zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari. b) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D. c) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium. 1. Prognosis Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan 1. Aktifitas istirahat Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit). 2. Integritas ego Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan. 3. Eliminasi Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine. 4. Makanan/cairan Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering. 5. Pernafasan Frekuensi pernapasan meningkat. 6. Keamanan Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma 7. Seksualitas Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik. 8. Interaksi sosial Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang. 9. Pembelajaran dan penyuluhan 1. Segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung sudah lama. 2. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berast badan normal 3. Turgor kulit, lidah kering 4. Adanya aseton dalam urine (http://zerich150105.wordpress.com/) B. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan. 2. Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan. 3. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. (http://zerich150105.wordpress.com/) C. Rencana Keperawatan 1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan. Intervensi 1. Batasi intake oral hingga muntah berhenti. Rasional : Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah selanjutnya. 2. Berikan obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan 10-20mg/i.v. Rasional : Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan. Rasional : Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit 4. Catat intake dan output. Rasional : Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah. 5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering Rasional : Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh 6. Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak Rasional : dapat menstimulus mual dan muntah 7. anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur Rasional : Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih 8. Catal intake TPN, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu. Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi. 9. Inspeksi adanya iritasi atau Iesi pada mulut. Rasional : Untuk mengetahui integritas inukosa mulut. 10. Kaji kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut sesering mungkin. Rasional : Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut 11. Pantau kadar Hemoglobin dan Hemotokrit Rasional : Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 mg/dl atau kadar Ht rendah dipertimbangkan anemi pada trimester I. 12. Test urine terhadap aseton, albumin dan glukosa.. Rasional : Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan. 13. Ukur pembesaran uterus Rasional : Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjUT 2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan Intervensi 1. Tentukan frekuensi atau beratnya mual/muntah. Rasional : Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi. Peningkatan kadar hormon Korionik gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik memperberat mual/muntah pada trimester 1. Tinjau ulang riwayat kemungkinah masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum, gastritis. Rasional : Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk mengatasi masalah khusus dalam mengidentifikasi intervensi. 1. Kaji suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar Rasional : Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi. 2. Anjurkan peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan jumlah sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari tidur. Rasional : Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung. 3) Cemas berhubungan dengan Koping tidak efektif; perubahan psikologi kehamilan Intervensi : 1. Kontrol lingkungan klien dan batasi pengunjung Rasional : Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan 2. Kaji tingkat fungsi psikologis klien Rasional : Untuk menjaga intergritas psikologis 3. Berikan support psikologis Rasional : Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya 4. Berikan penguatan positif Rasional : Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan 5. Berikan pelayanan kesehatan yang maksimal Rasional : Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien 4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan Intervensi : 1. Anjurkan klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup. Rasional : Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus 2. Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat berat. Rasional : Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita beresiko. 1. Bantu klien beraktifitas secara bertahap Rasional : Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam memenuhi kebutuhannya. 2. Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi Rasional : Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi. (http://zerich150105.wordpress.com/) D. Evaluasi 1. Mual dan mutah tidak ada lagi. 2. Keluhan subyektif tidak ada. 3. Tanda-tanda vital baik. (http://cakmoki.blogsome.com/) REFERENSI http://cakmoki.blogsome.com/ http://zerich150105.wordpress.com/ http://healthblogheg.blogspot.com/

askep ante partum bleedinfg

ANTE PARTUM BLEEDING – SUSPECT PLACENTA PREVIA ~ PERDARAHAN 1. Pengertian a. Ante Partum Bleeding (APB) / perdarahan ante partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya dari pada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. Klasifikasi APB - Bersumber dari kelainan placenta Palcentra previa Solutio placenta APB yang belum jelas sumbernya; insersio velamentosa roptum sinus marginalis, plasenta sirkum vakita - Tidak bersumber dari kelainan placenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misal; kelainan servix dan vagina (polip, erosio, varises yang pecah) serta trauma. b. Placenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan/ostium uteri internal (OUI) Klasifikasi Placenta Previa; yang pasti belum ada kata sepakat, karena pembagian tidak berdasarkan keadaan anatomi melainkan keadaan fiosiologik yang berubah-rubah. Klasifikasi tersebut terdiri dari; - Palcenta previa sentralis/totalis; bila pada pembukaan 4-5 cm teraba placenta menutupi selutuh ostea. - Palcenta previa lateralis; bila pada pembukaan sebagian 4-5 cm ditutupi oleh placenta. Palcenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. Palcenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan. Palcenta previa marginalis; bila sebagian kecil/hanya pinggir ostea yang ditutupi placenta Klasifikasi menurut Buku AS - Palcenta previa totalis; bila seluruh ostea ditutupi oleh placenta - Palcenta previa partialis; bila sebagian ostea ditutupi oleh placenta - Palcenta letak rendah/low lying placenta; bila pinggir placenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan. Pada periksa dalam tidak teraba. Klasifikasi menurut Browne - Tingkat 1: lateral palcenta previa; bila pinggir bawah palcenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan - Tingkat 2: marginal palcenta previa; bila placenta mencapai pinggir pembukaan ostea - Tingkat 3: complete palcenta previa; bila placenta menutupi ostea waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap. - Tingkat 4: central placenta previa: bila placenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkappun. 2. Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang dikemukakan: a. Endometrium yang inferior b. Chorion leaves yang persistent c. Corpus luteum yang bereaksi lambat Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vasfolarisasi yang kurang pada decidua~atropi dan peradangan 3. Faktor-faktor Etiologi a. Umur dan paritas - Pada primigravida umur >35 tahun lebih sering dibandingkan umur < 25 tahun - Pada multipora lebih sering b. Endometrium hipoplastis: kawin dan hamil umur muda. c. Endometrium bercacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, curettage, dan manual placenta. d. Corpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. e. Adanya tumor; mioma uteri, polip endometrium. f. Kadang-kadang pada malnutrisi 4. Diagnosa dan gambaran klinis a. Anamneses - Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III - Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang - Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal. - Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta. b. Inspeksi - Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit. - Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia. c. Palpasi abdomen - Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah. - Sering dijumpai kesalahan letak - Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang/floating. 5. Pengaruh Placenta Previa terhadap kehamilan a. Karena terhalang oleh placenta maka bagian terbawah janin tidak dapat masuk PAP. Kesalahan- kesalahan letak; letak sunsang, letak lintang, letak kepala mengapung. b. Sering terjadi partus prematur; rangsangan koagulum darah pada servix, jika banyak placenta yang lepas kadar progesterone menurun dan dapat terjadi His, pemeriksaan dalam. 6. Pengaruh Placenta Previa terhadap partus a. Letak janin yan tidak normal; partus akan menjadi patologis b. Bila pada placenta previa lateralis; ketuban pecah/dipecahkan dapat terjadi prolaps funkuli c. Sering dijumpai insersi primer d. Perdarahan. 7. Komplikasi Placenta Previa Prolaps tali pusat, prolaps placenta, pacenta melekat sehingga harus manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan, robekan-robekan jalan lahir karena tindakan, perdarahan post partum, infeksi karena perdarahan, bayi prematur/kelahiran mati. 8. Penanganan (pasif) a. Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT. b. Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamilan belum cukup 37 minggu/berat badan janin kurang dari 2.500 gram persalinan dapat ditunda dengan istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti. c. Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya tidak prematur d. Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah. Masalah Keperawatan: Masalah Kolaborasi: § Kekurangan cairan - Kekurangan Cairan § Distres janin § Potensial terjadi shock § Gangguan ADL § Cemas Pemeriksaan Diagnostik: § Darah lengkap, USG § Hasil; Hb: 9,6 PVC: 30,0 Trombosyt: 243.000 § Hasil USG: Tampak janin T/H letak lintang, kepala BPD= 83,5 sesuai kehamilan 33 minggu, Placenta di SBR belakang meluas sampai menutupi Osteum Uteri Internum Grade II Diagnosa Keperawatan: 1. Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan. 2. Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta. 3. Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan. 4. Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas. 5. Gangguan psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah. Intervensi: Dx 1: Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan. a. Kaji tentang banyaknya pengeluaran caiaran (perdarahan). b. Observasi tanda-tanda vital. c. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan. d. Pantau kadar elektrolit darah. e. Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi. f. Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum. g. Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan letak placenta. Dx 2: Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta. a. Observasi tanda-tanda vital. b. Monitor perdarahan dan status janin. c. Pertahankan hidrasi. d. Pertahankan tirah baring. e. Persiapkan untuk section caesaria . Dx 3: Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan. a. Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik. b. Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan). c. Observasi tanda-tanda vital. d. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan. e. Pantau kadar elektrolit darah. f. Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi. g. Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum. Dx 4: Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas. a. Berikan penjelasan tentang pentingnya personal hygiene b. Berikan motivasi untuk tetap menjaga personal hygiene tanpa melakukan aktivitas yang berlebihan c. Beri sarana penunjang atau mandikan klien bila klien masih harus bedrest Dx 5: Gangguan psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah.. a. Beri dukungan dan pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan pemahaman dan kerja sama dengan tetap memberikan informasi tentang status janin, mendengar dengan penuh perhatian, mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang, hangat dan empati yang tepat. b. Pertahankan hubungan saling percaya dengan komunikasi terbuka. Hubungan rasa saling percaya terjalin antara perawat dan klien akan membuat klien mudah mengungkapkan perasaannya dan mau bekerja sama. c. Jelaskan tentang proses perawatan dan prognosa penyakit secara bertahap. Dengan mengerti tentang proses perawatan dan prognosa penyakit akan memberikan rasa tenang. d. Identifikasi koping yang konstruksi dan kuatkan. Dengan identifikasi dan alternatif koping akan membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya. e. Lakukan kunjungan secara teratur untuk memberikan support system. Dengan support system akan membuat klien merasa optimis tentang kesembuhannya. Daftar Bacaan: Diknakes RI. (1993) Asuhan Kebidanan Pada Perawatan Payudara Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta. FK-Unpad. (1984) Obstetri Patologi, Elstar offset, Bandung Hamilton, Persis Mary. (1995) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta. Prawirohardjo, Sarwono. (1986) Ilmu Kebidanan¸ Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Rustam. (1988) Sinopsis Obstetri, Jakarta

Askep Abortus Incompletus

Askep Abortus Incompletus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu kejadian penting pada setiap pasutri dan merupakan awal dari kehidupan seorang manusia. Selayaknya kehamilan disiapkan dengan matang dari kesehatan ibu dan buah hati. Saat inipun ibu sudah harus diberi pengertian bagaimana seharusnya ia menjaga kondisi tubuh untuk kelancaran kehamilan dan perkembangan janin dalam kandungan. Kehamilan itu sendiri adalah hasil pertemuan antara sel telur dengan sel sperma disaluran tuba fallopi dan membentuk sebuah janin. Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian, sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan seperti pendarahan, gangguan perdarahan yang sering timbul pada awal kehamilan salah satunya adalah abortus. Abortus adalah penghentian sebelum janin dapat hidup. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh American Collage of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dilakukan bahwa sekitar 15% kehamilan mengalami keguguran, sedangkan data lain menyebutkan bahwa janinnya sekitar 15-40% dari kehamilan yang terjadi. Angka sebenarnya mungkin lebih besar, karena bisa saja keguguran terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dirinya hamil. Dari jumlah tersebut sekitar 60-75% angka keguguran terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Abortus bila tidak ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat sampai syok dan berakhir dengan kematian. Selain itu juga akan mengakibatkan perforasi, infeksi dan tetatus serta payah ginjal akut. Untuk mengatasi masalah perdarahan dilakukan tindakan keperawatan rehidrasi cairan dan transfusi darah. Dengan adanya fenomena di atas penulis tertarik untuk mengelola klien dengan masalah abortus. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Memperoleh gambaran hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus incompletus di RS Hikari Semarang. 2. Tujuan khusus Memperoleh gambaran tentang : a. Gambaran hasil pengkajian pada pasien kelolaan b. Gambaran prioritas tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dengan abortus c. Gambaran perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul d. Gambaran tindakan keperawatan e. Gambaran hasil dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah “Gangguan Sistem Reproduksi : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Abortus Inkompletus”. D. Metode Data penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sedangkan teknik pengumpulan data dengan: 1. Observasi Yaitu dengan mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien serta perkembangan sambil melakukan asuhan keperawatan selama observasi. 2. Wawancara Yaitu dengan tanya jawab dengan pasien, keluarga pasien, bidan dan tenaga kesehatan yang ikut menangani. 3. Studi dokumentasi Yaitu dengan mempelajari catatan medik pasien, buku laporan serta dokumen lainnya. 4. Studi kepustakaan Yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan gangguan sistem reproduksi terutama tentang abortus incompletus. E. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka : Terdiri atas pengertian, etiologi, patologi, klasifikasi, klinik abortus spontan, komplikasi, pathway. BAB III Tinjauan Kasus. Daftar Pustaka. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus. Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Eastman, 1994). Abortus ada’ah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaita fetus belum viable by law (Jeffcoat, 1990). Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi belum selesai (Holmer, 1994). B. Etiologi Terlampir di rental Hikari. C. Patofisiologi Pada abortus terjadi perdarahan dalam aesidua basalls diikuti oleh terjadinya nekrosis jaringan sekitarnya, ini menyebabkan hasil konsepsi sebagian atau seluruhnya terlepas, hal ini akan menyebabkan uterus berkontraksi yang akhirnya mengeluarkan isi rahim. Sebelum minggu ke 8 biasanya hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya. Karena villichorialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam decidua. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi chorialis menembus decidua lebih dalam, sehingga umumnya placenta tidak dilepaskan secara sempurna sehingga timbul banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul dengan pengeluaran placenta secara lengkap yang telah terbentuk. Perdarahan tak banyak bila placenta terlepas secara lengkap, telur yang lahir dengan abortus mempunyai beberapa bentuk : ada kalanya berupa telur kosong (bilighted ovum) yang berbentuk kantong amnion berisi air ketuban tanpa bentuk yang jelas mungkin janin lahir mati atau dilahirkan hidup. Kalau abortus terjadi dengan lambat laun hingga darah berkesempatan membeku antara decidua dan chorion maka terbentuklah mola cruenta. Bila darah beku tersebut sudah seperti daging akan menjadi mola carnosa. Mola tuberose bentuk yang memperlihatkan benjolan-benjolan yang disebabkan hematom-hematom antar amnion dan chorion. Janin yang mati bila masih sangat kecil dapat diabsorbsi dan hilang, bila sudah agak besar maka cairan amnion diabsorbsi hingga janin tertekan (Foutes Compressus). Kadang-kadang janin menjadi kering, mengalami murnifikasi hingga menyerupai perkamen (Foetus Papyraceus). Kemungkinan janin yang tidak cepat dikeluarkan terjadi naserasi : kulit terlupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena berisi cairan dan tubuh janin kemerah-merahan. D. Klasifikasi Abortus dibagi atas 2 (dua) golongan : 1. Abortus spontan Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis. Semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. 2. Abortus provokatus (Induced Abortion) Adalah abortus yang disengaja baik dengan memakai obat maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi: a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica) Adalah abortus karena tindakan kita sendiri dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis / perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 dokter ahli). b. Abortus Kriminalis Adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak ilegal atau tidak berdasarkan indikasi medis. Abortus spontan dibagi atas : a. Abortus Kompletus (keguguran lengkap) Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim kosong. b. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua (placenta) c. Abortus Inciepiens (keguguran sedang berlangsung) Abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. d. Abortus Iminens (keguguran membakat) Keguguran membakat dan akan terjadi, dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dengan memberikan obat hormonal dan antispasmodic serta istirahat. e. Nissed abortion Keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. f. Abortus habitualis Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 x atau lebih. g. Abortus Infeksionus dan abortus septic Adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. E. Manifestasi klinik Terlampir di rental Hikari. F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Ginekologi: 1. Inspeksi vulva a. Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak b. Adakah disertai bekuan darah c. Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian d. Adakah tercium bau busuk dari vulva 2. Pemeriksaan dalam spekulum a. Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri b. Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka c. Apakah tampak jaringan keluar ostium d. Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium. 3. Pemeriksaan dalam a. Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup b. Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri c. Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan d. Adakah nyeri pada saat porsio digoyang e. Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa f. Adakah terasa tumor atau tidak g. Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak Pathways Terlampir di rental Hikari. G. Penanganan 1. Abortus Iminens a. Istirahat baring Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis. b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah harus diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui apakah ada jaringan yang keluar dari vagina, d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah infeksi. e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat hernatinik misalnya : sulfas farosus 600 – 1000 mg sehari. f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati. g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus. Apabila terjadi obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk Supositoria. Dianjurkan untuk menunggu 48 jam setelah pasien membaik, baru merangsang peristaltic usus. h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam sekali jika pasien panas. i. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat baring sampai 2/3 hari setelah perdarahan berhenti. j. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan adanya lesi cerviks. k. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G. 1. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat, mengurangi kegiatan fisik, jangan dulu mengangkat beban berat, menghindari kelelahan dan ketegangan jiwa, 2-3 minggu setelah lepas perawatan jangan melakukan senggama. Bila terjadi perdarahan ulang segera istirahat baring dan lapor segera ke petugas kesehatan. 2. Abortus Incomplete a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan ringer dilanjutkan dengan transfuse! b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi. c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler, d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan vitamin C. e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi. 3. Abortus kompletus a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari. b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan transfuse. c. Antibiotik untuk cegah infeksi. d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral. 4. Abortus incipiens . a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus ditangani sebagai abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler, dan apapun yang keluar dari vagina ditunjukkan pada dokter. b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan, pertolongan dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat berguna disamping menghilangkan rasa sakit dapat merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya hasil konsepsi. c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan pengosongan uterus. d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan pada kehamiian lebih dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada saat kerokan lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5 % dimulai 8 tetes / menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal sebaiknya pengeluaran placenta secara digital. e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan pertolongan dapat dilakukan pengeluaran jaringan secara digital, f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan pengosongan uteri, g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam abortus, h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan uterus sudah selesai dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus. 5. Abortus infeksiosus dan abortus septic a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup. b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau antibiotik spectrum luas lainnya. c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila terjadi perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi. d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita. e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman. f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas reda. H. Fokus intervensi Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan abortus ; 1. Resiko tinggi terjadi syok berhubungan dengan perdarahan abnormal. Tujuan : tidak terjadi syok Kriteria hasil: a. TTV normal b. Ekstremitas hangat Intervensi Keperawatan : Terlampir di rental Hikari. 2. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan intra uterin Tujuan : Nyeri hilang / berkurang Kriteria hasil : Terlampir di rental Hikari. Intervensi: a. Tentukan riwayat nyeri : lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan tindakan penghilang yang digunakan (PQRST) b. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung, aktifitas hiburan, musik, tertawa dll) c. Evaluasi penghilangan nyeri ; d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi 3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan dan penatalaksanaannya. Tujuan : Cemas hilang / berkurang Kriteria hasil: a. Klien mengatakan cemas hilang / berkurang. b. Klien mengetahui tentang penyakitnya, penyebab, tanda dan gejala, perjalanan penyakit dan tindakan perawatan yang dilakukan. Intervensi: a. Kaji tingkat kecemasan klien b. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya c. Berikan informasi tentang penyebab, tanda, gejala, perjalanan penyakit dan tindakan pengobatan yang dilakukan d. Berikan informasi tentang pengobatan yang dijalani. e. Berikan informasi yang adekuat tentang keadaan klien f. Anjurkan keluarga untuk memberikan motivasi pada klien 4. Gangguan pemenuhan kebutuhan perawatan diri berhubungan adanya jadwal adanya tindakan (tetap bedrest selama 3 hari setelah perdarahan berhenti). Tujuan : klien memenuhi perawatan diri secara mandiri Kriteria hasil: a. Klien menunjukkan peningkatan kebutuhan perawatan diri b. ADL tanpa bantuan Intervensi Keperawatan: a. Kaji respon individu terhadap aktifltas. b. Ukur nadi, tekanan darah, pernafasan, perdarahan, kontraksi uterus. c. Kaji aktifitas maksimal individu dalam memenuhi kebutuhannya. d. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan sehari-harinya. e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas tubuh Tujuan ; Tidak terjadi infeksi Kriteria hasil: a. Tidak ada tanda – tanda infeksi b. TTV dalam batas normal c. Hasil laboratorium dalam batas normal: lekosit Intervensi: a. Tekankan pada pentingnya hygiene personal. b. Pantau TTV c. Berikan perawatan dengan prinsip aseptic d. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi e. Kolaborasi pemeriksaan : kultur f. Kolaborasi pemberian antibiotic g. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : lekosit BAB III TINJAUAN KASUS Terlampir di rental Hikari. DAFTAR PUSTAKA Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC. Doengoes, M. (2001). Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. (1998). Obstetri Patologi. Bandung : Eistar. Sumapraja, Witjaksono. (2007). Majalah Kesehatan Keluarga “Dokter Kita”. Jakarta : Dian Rakyat. Mochtar. R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN DM

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN DM A. Pengertian Pengertian diabetes mellitus menurut Kapita Selekta, jilid II, 2006 dan catatan kuliah pemenuhan kebutuhan gizi reproduksi, 2006 yaitu sebagai berikut : diabetes melittus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Glukosa dapat difusi secara secara tetap melalui plasenta pada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar dalam darah ibu.Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar dalam janin. Pengendalian yang utama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain yaitu estrogen, steroid, plasenta laktogen.Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat mencapai 3 kali dari keadaan normal yang disebut: tekanan diabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi retensi insulin yaitu bila ditambah dengan estrogen eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia. Yang menjadi masalah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia / diabetes kehamilan. Retensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen yang mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi afinitas insulin. B. Klasifikasi Menurut Kapita Selekta, Jilid II, 2006 Diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi: 1. DM Tipe 1 (IDDM) Insulin dependent diabetes mellitus atau tergantung insulin (T1) yaitu kasus yang memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah. 2. DM Tipe 11 (NIDDM) Non insulin dependent diabetes mellitus atau tidak tergantung insulin (TT1) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah. 3. Diabetes tipe lain. 4. Diabetes mellitus gestasional (DMG) yaitu diabetes yang hanya timbul dalam kehamilan. C. Etiologi Etiologi Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu : a. Genetik b. Faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4. c. Meningkatnya hormon antiinsulin seperti GH, glukogen, ACTH, kortisol, dan epineprin. d. Obat-obatan. D. Patogenesis Patogenesis Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu : a. ketosis dan ketoasidosis. tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi. Metabolisme tidak sempurna  penggunaan glukosa sebagai energi terganggu Pada penyakit DM 1 didapat kerusakan (dekstruksi) sel beta pankreas dengan akibat menurunnya produksi insulin b. fungsi insulin menurun. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya sehingga terjadi defisiensi relatif insulin.Pada penyakit DM 11 didapat retensi insulin Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrindan karbohidrat sehingga terjadi inadekuatnya pembentukan dan penggunaan insulin yang berfungsi memudahkan glukosa berpindah ke dalam sel-sel jaringan. Tanpa insulin yang adekuat, glukosa tidak dapat memasuki sel-sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan tetap berada dalam daerah sehingga kadar glukosa darah meningkat di atas batas normal yang menyebabkan air tertarik dari sel-sel ke dalam jaringan/darah sehingga terjadi dehidrasi seluler. Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan ginjal harus mengsekresikannya melalui urine dan bekerja keras sehingga ginjal tidak dapat menanggulanginya sebab peningkatan laju filter glonurulus dan penurunan kemampuan tubulus renalif profesional/renalis untuk mereabsorbsi glukosa. Hal ini meningkatkan tekanan osmotik dan mencegah reabsorbsi air oleh tubulus ginjal yang menyebabkan dehidrasi ekstreaoseluler. Karena glukosa dan energi dikeluarkan dari tubuh bersama urine, tubuh mulai menggunakan lemak dan protein untuk sumber energi yang dalam prosesnya menghasilkan keton dalam darah. Pemecahan lemak dan protein juga menyebabkan lelah, lemah, gelisah yang dilanjutkan dengan penurunan berat badan mendadak ditambah terbentuknya keton akan cepat berkembang keadaan koma dan kematian. E. Tanda dan gejala klinis Tanda dan gejala klinis patogenesis Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu sebagai berikut : 1. Polifagia. 8. Mata kabur . 2. Poliuria. 9. Pruritus vulva. 3. Polidipsi. 10. Ketonemia. 4. Lemas. 11. Glikosuria. 5. BB menurun. 12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl. 6. Kesemutan. 13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl. 7. Gatal. 14. Gula darah puasa > 126 mg/dl. Cara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa. 2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak. 3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam. 4. Periksa glukosa darah puasa. 5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam 5 menit. 6. Pariksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa. 7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. F. Pengaruh diabetes gestasional Pengaruh diabetes gestasional Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006. Meskipun tanpa gejala, bila tidak diadakan pengendalian kadar gula maka diabetes mellitus gestasional akan menimbulkan dampak bagi ibu maupun pada janin. 1. Pengaruh DM terhadap kehamilan. a. Abortus dan partus prematurus. b. Pre eklamsia. c. Hidroamnion. d. Insufisiensi plasenta. 2. Pengaruh DM terhadap janin/bayi. a. Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus. b. Cacat bawaan. c. Dismaturitas. d. Janin besar (makrosomia) e. Kematian dalam kandungan. f. Kematian neonatal. g. Kelainan neurologik dan psikologik. G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006 1. Mangatur diet. Diet yang dianjurkan pada bumil DMG adalah 30-35 kal/kg BB, 150-200 gr karbohidrat, 125 gr protein, 60-80 gr lemak dan pembatasan konsumsi natrium. Penambahan berat badan bumil DMG tidak lebih 1,3-1,6 kg/bln. Dan konsumsi kalsium dan vitamin D secara adekuat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam diit diabetes mellitus sebagai berikut ; a. Diit DM harus mengarahkan BB ke berat normal, mempertahankan glukosa darah sekitar normal, dapat memberikan modifikasi diit sesuai keadaan penderita misalnya penderita DMG, makanan disajikan menarik dan mudah diterima. b. Diit diberikan dengan cara tiga kali makan utama dan tiga kali makanan antara (snack) dengan interval tiga jam. c. Buah yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis, misalnya pepaya, pisang, apel, tomat, semangka, dan kedondong. d. Dalam melaksanakan diit sehari-hari hendaknya mengikuti pedoman 3J yaitu ; J1 ; Jumlah kalori yang diberikan harus habis. J2 ; Jadwal diit harus diikuti sesuai dengan interval. J3 ; Jenis makanan yang manis harus dihindari. e. Penentuan jumlah kalori Untuk menentukan jumlah kalori penderita DM yang hamil/menyusui secara empirik dapat digunakan umus sebagai berikut ; ( TB – 100 ) x 30 T1 + 100 T3 + 300 T2 + 200 L + 400 Ket : TB : Tinggi badan. T3 : Trimester III T1 : Trimester I L : Laktasi/menyusui T2 : Trimester II 2. Pengobatan insulin. Daya tahan terhadap insulin meningkat dengan makin tuanya kehamilan, yang dibebaskan oleh kegiatan antiinsulin plasenta.Penderita yang sebelum kehamilan sudah memerlukan insulin diberi insulin dosis yang sama dengan dosis diluar kehamilan sampai ada tanda-tanda bahwa dosis perlu ditambah atau dikurangi. Perubahan-perubahan dalam kehamilan memudahkan terjadinya hiperglikemia dan asidosis tapi juga manimbulkan reaksi hipoglikemik. Maka dosis insulin perlu ditambah/dirubah menurut keperluan secara hati-hati dengan pedoman pada 140 mg/dl. Pemeriksaan darah yaitu kadar post pandrial <> Terutama pada trimester I mudah terjadi hipoglikemia apabila dosis insulin tidak dikurangi karena wanita kurang makan akibat emisis dan hiperemisis gravidarum. Sebaliknya dosis insulin perlu ditambah dalam trimester II apabila sudah mulai suka makan , lebih-lebih dalam trimester III. Selama berlangsungnya persalinan dan dalam hari-hari berikutnya cadangan hidrat arang berkurang dan kebutuhan terhadap insulin barkurang yang mengakibatkan mudah mengalami hipoglikemia bila diet tidak disesuaikan atau dosis insulin tidak dikurangi. Pemberian insulin yang kurang hati-hati dapat menjadi bahaya besar karena reaksi hipoglikemik dapat disalah tafsirkan sebagai koma diabetikum. Dosis insulin perlu dikurangi selama wanita dalam persalinan dan nifas dini. Dianjurkan pula supaya dalam masa persalinan diberi infus glukosa dan insulin pada hiperglikemia berat dan keto asidosis diberi insulin secara infus intravena dengan kecepatan 2-4 satuan/jam untuk mengatasi komplikasi yang berbahaya. 3. Penanggulangan Obstetri Pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasi dengan diit saja dan tidak mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat diharapkan partus spontan sampai kehamilan 40 minggu. lebih dari itu sebaiknya dilakukan induksi persalinan karena prognosis menjadi lebih buruk. Apabia diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan insulin, sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini sebaiknya kehamilan 36-37 minggu. Lebih-lebih bila kehamilan disertai komplikasi, maka dipertimbangkan untuk menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi atau seksio sesarea dengan terlebih dahulu melakukan amniosentesis. Dalam pelaksanaan partus pervaginam, baik yang tanpa dengan induksi, keadaan janin harus lebih diawasi jika mungkin dengan pencatatan denyut jantung janin terus – menerus